“
Sepucuk surat dari si bodoh “
Helai ketiga – Si bodoh
seolah tengah melahap rakus 1 roti keju, 1 donat keju, dan 1 kue keju. Enak,
walau memang asin, asin, dan asin. Tapi ia tetap menyantapnya lahap, karena ia
suka keju.
Si bodoh masih mengingat dengan amat jelas
saat dia dan kamu terakhir berjumpa. Pada 4 Juli 2011, berseragam ptuih-abuabu,
di sekolah. Waktu itu, ketika bersama, sekali lagi, bersama, bukan berdua.
Kerja ‘part-time’, yah, kira-kira begitulah. Hm, si bodoh tentu tak dapat
menceritakan semua secara amat gamblang di media ini. Tak seperti halnya jika
si bodoh menceritakan kisahnya memakan beberapa buah roti keju kesukaannya, ia
akan lebih leluasa dan bebas merangkai kata. Uhm, cukup lah hanya si bodoh dan
kamu yang tahu. Ah, itupun jika kamu masih ingat.
Hari demi hari berlalu, kamu tahu? Ah, kamu
pasti taktahu entah telah berapa hari tak saling jumpa sejak hari itu? Ah,
tentu, itu wajar, bukan? Iya, wajar untukmu, dan wajar pula untuk si bodoh.
Mengapa? Tentu saja, karena si bodoh dan kamu diresapi perasaan yang berbeda. Seperti
roti keju dan roti cokelat, tidak sama, bukan? Tidak sama, itu berbeda. Beda.